Sunday, April 12, 2015

MAKALAH TUGAS PENGADILAN AGAMA (SEMESTER 1 & 2)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1


BAB II PEMBAHASAN
A. Tugas-tugas pengadilan Agama...................................................................................2
B. Kendala-kendala dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah dalam peradilan
     Agama...........................................................................................................................3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................4




KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui masalah-masalah yang ada dalam persidangan.Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang "Peradilan agama" dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati .
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada bapak/tgk pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin….
....................................................

BAB I
PENDAHULUAN

Pengadilan Agama merupakan kerangka sistim dan tata hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 14/1970 diperlukan adanya perombakan yang bersifat mendasar terhadap segala perundang-undangan yang mengatur Badan Peradilan Agama tersebut.
Berlakunya UU No. 7/1989, secara konstitusional Pengadilan Agama merupakan salah satu Badan Peradilan yang disebut dalam pasal 24 UUD 1945. Kedudukan dan kewenangannya adalah sebagai Peradilan Negara dan sama derajatnya dengan Peradilan lainnya, mengenai fungsi Peradilan Agama dibina dan diawasi oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, sedangkan menurut pasal 11 (1) UU No. 14/1970 mengenai Organisasi, Administrasi dan Finansiil dibawah kekuasaan masing-masing Departemen yang bersangkutan.
Suasana dan peran Pengadilan Agama pada masa ini tidaklah berbeda dengan masa kemerdekaan atau sebelumnya karena Yurisdiknya tetap kabur baik dibidang perkawinan maupun dibidang waris. Hukum Acara yang berlaku tidaklah menentu masih beraneka ragam dalam bentuk peraturan perundang-undangan bahkan juga hukum acara dalam hukum tidak tertulis yaitu hukum formal Islam yang belum diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Pada tahun 1989 lahirlah UU No.7 tahun 1989 yang diberlakukannya tanggal 29 Desember 1989, kelahiran undang-undang tersebut tidaklah mudah sebagaimana yang diharapkan akan tetapi penuh perjuangan dan tantangan dengan lahirnya UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagi tonggak monumen sejarah Pengadilan Agama terhitung tanggal 29 Desember 1989 tersebut.
Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas kedudukan dan kekuasaan Peradilan Agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman juga memurnikan fungsi dan susunan organisasinya agar dapat mencapai tingkat sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang sebenarnya tidaklah lumpuh dan semu sebagaimana masa sebelumnya. Disamping itu lahirnya UU tersebut menciptakan kesatuan hukum Peradilan Agama dan tidak lagi berbeda-beda kewenangan dimasing-masing daerah di lingkungan Peradilan Agama. Peradilan Agama baik di Jawa-Madura maupun diluar Jawa-Madura adalah sama kedudukan dan kewenangan baik hukum formil maupun materiilnya. Dengan demikian Peradilan Agama telah sama kedudukannya dengan Peradilan lainnya sebagaimana dalam pasal 10 (1) UU No.14 tahun 1970.
 







             BAB II
             PEMBAHASAN
 
A.      TUGAS-TUGAS PENGADILAN AGAMA
  Tugas pengadilan agama bukan sekedar memutus perkara melainkan menyelesaikan sengketa sehingga terwujud pulihnya kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa, tercipta adanya rassa keadilan pada masing-masing pihak yang berperkara, dan terwujud pula tegaknya hukum dan kebenaran pada perkara yang diperiksa dan diputus
tersebut.
Sebagai Peradilan yang Court of Law mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Hukum Acara dan Minutasi dilaksanakan dengan baik dan benar.
2. Tertib dalam melaksanakan administrasi perkara.
3. Putusan dilaksanakan sendiri oleh Peradilan yang memutus.
4. Dengan berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Sesuai dengan pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 adalah : Pengadilan Agama bertugan dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shodaqoh
i. Ekonomi Syariah

Salah satu kewenangan Pengadilan Agama adalah menyelesaikan sengketa ekonomi Syari’ah. Berdasarkan Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa : “ pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam.”
Berdasarkan ketentuan pasal 49 tersebut Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sodaqah, dan ekonomi syari’ah. Oleh sebab itu, terhituing mulai tanggal 20 Maret 2006 penyelesaian perkara ekonomi syariah menjadi kewenangan absolute Pengadilan Agama.
  Dengan berpegang pada asas-asas proses penyelesaian perkara yang baik (A2 P3 B), hakim memeriksa
perkara dengan perpedoman pada hukum acara perdata yang ada dengan sedikit penyesuaian dengan karakteristik sengketa ekonomi syari`ah. Proses peradilannya dilakukan sesuai tata cara dalam hukum acara perdata yang berlaku pada pengadialan agama.





B.      KENDALA-KENDALA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI`AH MELALUI PENGADILAN AGAMA
 Dalam rangka memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat harus dapat menyelesaikan kendala-kendala yang terjadi dalam Praktik peradilan penyelesaian sengketa ekonomi syari`ah, antara lain:
1. Belum adanya perangkat hukum yang memadai sebagai acuan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari`ah dalam pengadilan agama.
2. Penerapan asas sidang terbuka untuk umum dalam penyelesaian sengketa.
3. Penerapan hukum materiil dan hukum acara yang terlalu formal dan kaku.
4. Tidak adanya komunikasi timbal balik yang harmonis dan fleksibel antara hakim dengan para pihak dan diantara para pihak tidak adanya sistem negosiasi dan konsiliasi dalam proses penyelesaian sengketa.
5. Sikap, pandangan dan pendapat para advokat yang mendampingi kliennya belum tentu sejalan dengan sikap,pandangan dan pendapat pengadilan agama dalam pembaharuan paradigma peradilan yang modern, mandiri dan professional.






























BAB III
PENUTUP

Sebelum diundangkannya UU no 3 tahun 2006 memang belum pernah ada peraturan perundang – undangan yang secara khusus melimpahkan kewenangan kepada pengadilan tertentu untuk memeriksa dan mengadili perkara ekonomi syari’ah. Namun demikian, meskipun pengadilan agama telah diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah ternyata hal tersebut tidak diikuti pula dengan perangkat hukum yang mengaturnya lebih lanjut baik perangkat hukum materiil maupun perangkat hukum formil. Oleh sebab itu, dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan supaya pengadilan agama dapat segera melakukan tugas – tugas barunya maka harus dilakukan terobosan hukum guna memenuhi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.
Seiring dengan telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tenang Peradilan Agama pada tanggal 20 Maret 2006 ada perubahan solusif tentang penetapan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama . Secara prinsip yuridis Pengadilan Agama mempunyai kewenangan untuk menangani perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam.


HUKUM PERDATA (pengertian dan bagiannya) SEMESTER 1 & 2

                                                                                
Hukum/aturan = Madzhab Formil
Hukum di indonesia
1). PUBLIK (Pidana) : “hukum yang mengatur kepentingan perorangan ”
2).PRIVAT (Perdata): “Hukum yang mengatur kepentingan umum tp tidak mengurang nilai hak perorangan”
3).Hukum Tata Negara

HUKUM PERDATA DI INDONESIA ?
Belanda resmi menjajah ekonomi Indonesia ta
hun 1596 dengan berdirinya V.O.C
                Secara kodifikasi / secara resmi hukum di indonesia di bukukan
1848 = Belanda berlakukan hukum di indonesia ,yang disebut BW (BORGELIKE WET BOOK/KUH Perdata)
Dari bahasa Perancis yaitu CODE CIVIL yang ternyata KUHPerdata sekarang tidak di rubah hanya di MUTATIS MUTANDIS (Tambal Sulam)
Dulu BW terdapat 2 nama yaitu WET BOOK (kitab undang-undang) & RECH BOOK (dokumen hukum) yang dimana Prof.Hadi mentri kehakiman tahun 60-an dalam SE 3/thn 63,Bahwa KUUHP seharusnya dianggap sebagai Recht Book.
                Dalam UU no.5 thn 1960 ada penyesuaian BW yaitu Hukum Agraria (hukum pertanahan) & hukum Pokok.
Serta UU no.1 thn 1974 penyesuaian tentang perkawinan.
BW sendiri mempunyai buku
I.                    TENTANG ORANG
II.                  TENTANG BENDA
III.                TENTANG PERIKATAN
IV.                TENTANG PEMBUKTIAN & DALUARSA
Dalam IPH (ilmu pengetahuan hukum) disebutkan bahwa
I.                    Hukum perorangan
II.                  Hukum keluarga
III.                Hukum harta kekayaan
IV.                Hukum warisa









                                                                TEMPAT TINGGAL
Tempat tinggal di dalam hukum ada 2 yaitu:
1.       Tempat tinggal sesungguhnya
2.       Tempat tinggal yang di pilih
1. Tempat tinggal sesungguhnya ada 2 yaitu:
a).BEBAS (Oang yang menduduki tempat senidiri)
b).TERIKAT (orang menduduki tempat dengan orang tua)
2.Tempat tinggalyang di pilih (sengketa pengadilan)
 Subjek hukum untuk bertindak apabila sudah dewasa usianya 21 thn.
Dalam UU no.21 2004 ternyata usia dewasa di majukan menjadi umur 19 laki-laki & 16 perempuan.

SESEORANG MENJADI SUBJEK HUKUM apabila orang tersebut mempunyai AKTE,yaitu ada beberapa akte yang di sebutkan dalam KUHPerdata :
1.       Akte perceraian (cerai)
2.       Akte kelahiran (lahir)
3.       Akte pengangkatan anak
4.       Akte perkawinan (menikah)
5.       Akte kematian (mati)

AKTE KELAHIRAN
Dalam hal  tersebut cara atau syarat mengajukan AKTE kelahiran.
1.       Surat keterangan desa / kecamatan / bidan / dokter tentang adanya kelahiran
2.       Foto copy akte pernikahan orang tuanya
3.       2 orang saksi adanya kelahiran
4.       Surat bukti kewarganegaraan / paspor

ADA MACAM-MACAM AKTE
a.       Akte kelahiran umum yaitu sejak kelahiran 60 hari
b.      Akte kelahiran dispensi yaitu melampaui batas 60 hari
c.       Akte kelahiran pengadilan yaitu lebih dari 1 bulan dilaksanakan berdasarkan pengadilan negeri

AKTE KEMATIAN
Akte kematian ada 2 yaitu :
1.       Biasa (meninggal di rumah,dijalan)
2.       Luar biasa (orang hilang)

Kematian biasa yaitu kematian yang bisa di identifikasi identitasnya,fisiknya,alamatnya.
Kematian luar biasa yaitu kematian yang tidak tau kemana & tidak tau identitasnya.
TAHAP-TAHAP MENETAPKAN KEMATIAN ORANG HILANG (LUAR BIASA)
1.       MASA PERSIAPAN = mengajukan permohonan kematian ke PN (pengadilan negri),yaitu waktu dari orang mulai hilang sampai 5 tahun
2.       MASA PEWARISAN SEMENTARA = dimulai dari masa hilangnya orang tersebut sampai 30 tahun atau 100 tahun di hitung dari umurnya orang itu.
3.       MASA PEWARISANTETAP = mulai dari 30 tahun hilangnya sampai 100 thn umurnya.




























                                                                TEORI BADAN HUKUM
a.TEORI FICTIE badan hukum yaitu tidak ada tetapi anggapan
b.TEORI ORGAN badan hukum yaitu,organisasi yang real bergerak sendiri melalui anggotanya
c.TEORI KEKAYAAN badan hukum yaitu kekayaan tidak tahu bertujuan dan tidak dimiliki orang.
d.TEORI KEPENTINGAN BADAN /kolektif
e.TEORI KENYATAAN HUKUM